Home > Literasi Monday, 20 Oct 2025, 17:45 WIB
Toponimi atau nama-nama tempat tersebut tidak berdiri sebagai label geografis semata. Dalam buku ini memuat cerita sejarah, nilai budaya, dan identitas sosial komunitas yang menempati wilayah tersebut.

Prolog:
Manusia tidak pernah hidup dalam ruang hampa semantik. Setiap kali kita menjejakkan kaki di sebuah “tempat”, kita—baik sadar maupun tidak—membawa serta sejumlah makna yang melekat pada nama tempat itu.
KINGDOMSRIWIJAYA–REPUBLIKA NETWORK – Suatu hari dalam perjalanan dari Musi Banyuasin (Muba) menuju Palembang, singgah di sebuah masjid yang ada di ruas jalan lintas Timur Sumatera yang kerap disebut “Jalintim”. Singgah di rumah ibadah bernama Masjid Jami’ Ul Mukminun untuk menunaikan salat Asar.
Masjid tersebut berada di jalan Palembang – Jambi atau Jalintim dalam wilayah Desa Seratus Lapan, Kecamatan Babat Supat, Kabupaten Musi Banyuasin. Saat membaca nama desa sempat bertanya dalam hati, “Mengapa desa ini diberi nama Seratus Lapan? Apa di sebelahnya ada Desa Seratus Tujuh atau Seratus Enam?”
“Malu bertanya sesat di jalan” kata pepatah. Untuk mencari jawaban dari pertanyaan itu, di sekitar masjid tidak ada seorang pun warga desa yang bisa ditanyai. Maka jawabannya hanya bisa menduga-duga. Mungkin nama Desa Seratus Lapan diberikan karena terletak di Km 108 Jalintim. Mencoba mencarinya di alam maya, ternyata mesin pencari dan juga aplikasi imitasi atau kecerdasan buatan tidak mampu memberi jawaban yang memuaskan atas rasa ingin tahu tersebut. Ternyata pada Km 98 dan seterusnya pada ruas Jalintim Palembang – Jambi adalah letak geografis Desa Seratus Lapan.
Cerita serupa juga pernah terjadi saat menjejakkan kaki di Istanbul, Turkiye. Ada rasa ingin tahu, mengapa kota ini diberi nama “Istanbul”? Dari berbagai informasi kota ini telah berulang berganti nama. Maka dengan cepat mesin pencari dan aplikasi imitasi (AI) memberikan jawabannya.
Menurut catatan sejarah yang dilansir dari Mvlim.com, kota ini telah mengalami pergantian nama sebanyak tiga kali. Dimulai dari 657 SM, Istanbul yang ketika itu menjadi koloni Yunani dikenal dengan sebutan Bizantium. Toponimi itu diambil dari nama tokoh mitologis Yunani kuno, Raja Byzas.
Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA