Suami Kecanduan Judol, Istri Boleh Gugat Cerai? (Ilustrasi/Freepik)
JAKARTA - Apakah istri boleh menggugat cerai suami yang kecanduan judi online (judol)? Hal ini mungkin masih menjadi pertanyaan.
Diketahui, belakangan marak judol. Judol bisa membuat pemainnya kecanduan. Dampaknya, harta bisa terkuras.
Dalam kehidupan rumah tangga, hal ini mengganggu keharmonisan. Judol bisa memicu pertengkaran antara suami-istri.
1. Larangan Judi
Islam sangat melarang perbuatan judi dengan aneka variannya, termasuk judi online. Di antara dampak negatif yang akan muncul dari judi adalah tumbuhnya permusuhan dan kebencian. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 90–91:
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”
2. Istri Gugat Cerai Suami Kecanduan Judol
Melansir laman Kemenag, Kamis (23/10/2025), mengacu ayat tersebut, suami yang kecanduan judol dapat menjadi sumber pertengkaran dalam rumah tangga. Jika seorang istri sudah tidak tahan lagi menghadapi perilaku suaminya tersebut, apakah ia boleh menggugat cerai suaminya?
Dalam ajaran Islam, gugatan cerai yang datang dari pihak istri dikenal dengan istilah khulu‘, yaitu tuntutan perceraian yang diajukan istri dengan memberikan kompensasi tertentu kepada suami. Ibnu Qudamah menjelaskan, istri yang tidak tahan terhadap suaminya diperbolehkan mengajukan khulu'. Ia menjelaskan:
أَنَّ الْمَرْأَةَ إذَا كَرِهَتْ زَوْجَهَا، لِخَلْقِهِ، أَوْ خُلُقِهِ، أَوْ دِينِهِ، أَوْ كِبَرِهِ، أَوْ ضَعْفِهِ، أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ، وَخَشِيَتْ أَنْ لَا تُؤَدِّيَ حَقَّ اللَّهَ تَعَالَى فِي طَاعَتِهِ، جَازَ لَهَا أَنْ تُخَالِعَهُ بِعِوَضٍ تَفْتَدِي بِهِ نَفْسَهَا مِنْهُ
Artinya: “Jika istri tidak menyukai suaminya karena fisiknya, akhlaknya, agamanya, umurnya, kelemahannya, dan sejenisnya, dan istri khawatir tidak dapat menunaikan hak Allah Ta'ala dalam menaati suaminya, maka diperbolehkan baginya untuk meminta khulu’ dengan memberikan kompensasi untuk membebaskan diri dari suaminya”. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Riyadh, Daru Alamil Kutub: 1997], juz X, h. 267).