REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Semarang Raya menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Senin (20/10/2025). Aksi tersebut digelar merespons peringatan satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam aksinya, massa menagih realisasi janji-janji yang sempat disampaikan Prabowo-Gibran sebelum resmi menjabat presiden dam wakil presiden. Salah satu janji yang mereka sorot adalah soal penciptaan 19 juta lapangan kerja.
"Pemerintah masih PHP (pemberi harapan palsu) soal 19 juta lapangan kerja. Ada tidak sekarang lapangan kerja itu? Tidak ada!" ujar orator dari atas mobil komando.
Menurut massa aksi, Prabowo dan Gibran hanya mengumbar janji-janji manis. Namun sebagian besar janji tersebut belum tampak realisasinya.
Selain itu, hal lain yang dituntut massa aksi adalah reformasi Polri. Mereka menyoroti sejumlah mahasiswa di Semarang yang ditangkap pada aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 lalu dan demonstrasi memprotes DPR RI sepanjang akhir Agustus 2025. Sebagian mahasiswa bahkan diproses hingga ke pengadilan.
"Kami melihat, aksi dan pergerakan mahasiswa, khususnya di Jawa Tengah, per hari ini, terbilang padam. Kalau dibilang takut, memang betul takut, karena pihak kepolisian memberi izin untuk memukul para massa mahasiswa yang sekiranya merugikan pemerintah," kata Menteri Sosial-Politik BEM Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Fakhrian Fawwazki ketika diwawancara awak media.
Menurut Fakhrian, mencegah kesewenang-wenangan aparat harus termasuk dalam reformasi Polri. "Seperti yang kita lihat bersama bahwa Polri hari ini,mereka bertindak semena-mena," ujarnya.
"Reformasi Polri betul-betul diperlukan karena kita semua tahu jargon 'Polri untuk Masyarakat' pada hari ini (Polri) untuk pemerintah, tidak ada untuk masyarakat. Kalau dikatakan Polri untuk masyarakat, masyarakat yang mana? Jadi perlu ada perubahan," tambah Fakhrian.
Dalam aksinya, para mahasiswa juga membawa alat peraga simbolik untuk mengrkitik pemerintahan Prabowo-Gibran, seperti gedebok pisang dan papan nisan. Ketua BEM Universitas Diponegoro (Undip), Aufa Atha Ariq, juga membawa sepasang anak kura-kura.
"Dua kura-kura ini melambangkan Prabowo dan Gibran, yang (kinerja) dua-duanya lambat. Apa kementerian-kementerian yang benar-benar cepat hari ini apa? Tidak ada kan? Karena presiden dan wakil presidennya lambat dalam menyelesaikan masalah," kata Aufa.
Aksi BEM Semarang Raya digelar sejak pukul 15:00 WIB dan berakhir secara tertib pukul 18:00 WIB. Mereka sempat menuntut untuk bisa ditemui oleh Gubernur Jateng Ahmad Luthfi. Namun hingga unjuk rasa berakhir, tak ada perwakilan mahasiswa yang diperkenankan masuk untuk menemui Luthfi.