Pemerintah Didesak Terapkan SNI Wajib untuk Kain dan Pakaian Jadi di Tengah Maraknya Thrifting

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) mendesak pemerintah segera memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk kain dan pakaian jadi. YKTI menilai langkah ini penting demi melindungi konsumen sekaligus meningkatkan daya saing produk tekstil dalam negeri di tengah maraknya peredaran pakaian impor dan barang thrifting.

Ketua Umum YKTI, Rudiansyah, menegaskan kehadiran SNI wajib dapat menjadi instrumen perlindungan bagi masyarakat. Menurutnya, persoalan kualitas tidak hanya muncul dari produk lokal, tetapi juga dari barang impor yang beredar di pasar tanpa kendali mutu yang jelas.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

“Dengan kasat mata kita bisa lihat barang bermerek kelas dunia hasil produksi lokal, termasuk dari Industri Kecil dan Menengah (IKM), sudah banyak di mal. Tapi barang berkualitas rendah juga bertebaran di pasar, baik produk lokal maupun impor,” ujar Rudiansyah, dikutip Selasa (28/10/2025).

Ia menambahkan, perbandingan harga antara produk baru dan pakaian bekas impor tidak sebanding. Barang thrifting, menurut YKTI, sering kali masuk ke Indonesia secara ilegal tanpa melalui prosedur pajak dan pemeriksaan mutu.

YKTI menilai maraknya barang bekas impor membuat pelaku industri tekstil nasional kehilangan daya saing. “Baju-baju thrifting dari negara asal memang sudah tidak ada nilainya. Karena itu, harga di sini tidak bisa dibandingkan dengan barang baru yang diproduksi secara legal,” kata Rudiansyah.

Keluhan masyarakat terkait mutu produk juga terus diterima lembaganya. YKTI mencatat banyak kasus pakaian yang cepat rusak, warnanya pudar, atau berubah bentuk setelah sekali cuci. Ada pula keluhan soal kancing lepas akibat kualitas jahitan yang buruk.

“SNI wajib merupakan cara untuk memastikan kualitas dan meminimalkan kerugian konsumen. Aturan ini seharusnya berlaku untuk semua produk, baik lokal maupun impor,” tegas Rudiansyah.

Namun, YKTI menyayangkan respons pemerintah yang dinilai lambat. Surat resmi mengenai usulan pemberlakuan SNI sudah disampaikan ke Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan beberapa bulan lalu, tetapi hingga kini belum ada tanggapan.

Desakan tersebut muncul kembali setelah Menteri Keuangan Purbaya melakukan langkah penertiban impor ilegal, termasuk pakaian bekas. YKTI menilai langkah tersebut sebagai sinyal positif dalam upaya menata industri tekstil dan melindungi konsumen dalam negeri.

YKTI juga menilai koordinasi antarkementerian perlu diperkuat agar kebijakan pemulihan industri tekstil berjalan efektif. “Masalah lain yang dihadapi konsumen tekstil adalah turunnya daya beli akibat penurunan aktivitas produksi dan banyaknya perusahaan tutup,” ujar Rudiansyah.

Data Bank Indonesia mencatat, indeks kepercayaan konsumen pada Agustus 2025 turun menjadi 117,2 poin. Kondisi ini menunjukkan tekanan pada daya beli masyarakat yang turut memengaruhi penjualan sektor tekstil dan produk turunannya.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |