Organisasi Lingkungan Desak IMO Kecualikan Biofuel dari Target Net-Zero

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Sejumlah organisasi lingkungan internasional mendesak Organisasi Maritim Internasional (IMO) agar tidak memasukkan biofuel ke dalam kerangka kerja Net-Zero yang saat ini tengah disusun badan tersebut. Seruan tersebut disampaikan oleh Biofuelwatch, Forest Watch Indonesia, dan Global Forest Coalition dalam pertemuan luar biasa Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC ES.2) di London, pekan lalu.

Negara-negara anggota IMO dalam pertemuan itu sepakat menunda pengesahan kerangka Net-Zero hingga 2026. Meski demikian, pembahasan lanjutan terkait insentif energi bersih dijadwalkan berlangsung pada 20–24 Oktober mendatang. Ketiga organisasi tersebut menilai penting untuk memastikan biofuel tidak dipromosikan sebagai alternatif “hijau” pengganti bahan bakar fosil.

Penelitian selama beberapa dekade menunjukkan bahwa biofuel berbasis tanaman seperti kedelai dan sawit menimbulkan emisi tinggi akibat perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ILUC), yang menghapus seluruh manfaat iklim yang diklaim.

Produksi biofuel skala besar juga mendorong deforestasi, memperburuk ketimpangan pangan, dan memicu perebutan lahan serta air karena ekspansi pertanian ke kawasan hutan dan lahan marginal.

“Biofuel bukan solusi berkelanjutan dalam kondisi apa pun,” kata juru kampanye iklim Global Forest Coalition Jana Uemura dalam pernyataan bersama ketiga organisasi tersebut, Selasa (21/10/2025).

Ia mencontohkan penggunaan biofuel berbasis kedelai di Amerika Latin yang mempercepat deforestasi dan menggusur masyarakat dari lahannya. Menurut Uemura, dorongan IMO terhadap biofuel justru akan memicu peningkatan emisi, ketimpangan, dan konflik lahan.

Pandangan serupa disampaikan oleh juru kampanye Anggi Putra Prayoga. Ia menilai penolakan terhadap biofuel dalam kerangka Net-Zero penting untuk melindungi hutan tropis sebagai penyerap karbon dan pusat keanekaragaman hayati. “Krisis iklim sudah nyata. Kita harus tegas memilih sumber energi nol emisi sejati, bukan biofuel yang justru memicu emisi baru melalui deforestasi,” ujarnya.

Indonesia disebut sebagai contoh yang perlu menjadi peringatan bagi negara lain. Ekspansi perkebunan sawit untuk biofuel terus menjadi penyebab deforestasi, bahkan di kawasan lindung dan konservasi yang rentan terhadap perubahan iklim.

“Kehilangan hutan tidak hanya memperburuk emisi, tetapi juga mengancam kehidupan serta hak masyarakat adat yang bergantung pada sumber daya hutan,” tambah Anggi.

Tiga organisasi tersebut meminta IMO mengecualikan bahan bakar dengan tingkat emisi ILUC tinggi dari kerangka Net-Zero. Mereka mencontohkan sejumlah kebijakan nasional dan industri seperti regulasi maritim dan penerbangan Uni Eropa, mandat bahan bakar berkelanjutan Inggris (UK SAF Mandate), serta skema CORSIA dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang telah melarang atau membatasi penggunaan biofuel beremisi tinggi dengan memperhitungkan emisi ILUC dalam analisis daur hidupnya.

“Butir ilmiah sudah jelas bahwa biofuel berbasis tanaman dan limbah tidak mampu memberikan pengurangan emisi nyata,” kata juru kampanye Biofuelwatch Pax Butchart. Ia menilai negara-negara anggota IMO memiliki kesempatan untuk mengarahkan sektor pelayaran menuju solusi energi bersih yang tidak merusak lingkungan.

Organisasi lingkungan juga menyoroti biofuel berbasis limbah seperti minyak goreng bekas (used cooking oil/UCO) yang kerap disebut sebagai opsi termurah untuk memenuhi target Net-Zero. Namun, ketersediaan UCO sangat terbatas dan sebagian besar sudah dimanfaatkan di sektor transportasi darat.

Penelitian menunjukkan bahwa minyak limbah global hanya mampu memenuhi sekitar 5 persen kebutuhan energi sektor pelayaran, sehingga ada risiko peralihan ke biofuel beremisi tinggi.

Selain itu, turunan sawit seperti palm oil mill effluent (POME) dan palm fatty acid distillate (PFAD) dikaitkan dengan risiko penipuan, lemahnya pengawasan, dan pergeseran penggunaan yang justru meningkatkan konsumsi minyak sawit tak berkelanjutan di sektor lain.

Sebagai alternatif, pemerintah negara-negara anggota IMO didorong untuk mengembangkan solusi yang lebih berkelanjutan, seperti peningkatan efisiensi energi, pemanfaatan sistem pelayaran berbasis angin, serta pengurangan permintaan transportasi laut dalam perdagangan internasional.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |