Koalisi Masyarakat Sipil Ajukan Uji Materi UU TNI ke MK Usai Tiga Pemohon Lain Cabut Gugatan

5 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK), baik yang baru (UU Nomor 3 Tahun 2025) dan yang lama (UU Nomor 34 Tahun 2004). Permohonan diajukan secara langsung ke kepaniteraan MK di Jakarta, Kamis (23/10/2025) ini.

Para pemohon, di antaranya Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, AJI Indonesia, LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta, peneliti bidang pertahanan Setara Institute Ikhsan Yosarie, serta dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada M. Adli Wafi dan M. Kevin Setio Haryanto.

Mereka pada pokoknya mempersoalkan pasal-pasal yang mengatur tentang kewenangan TNI dalam operasi militer selain perang, peniadaan fungsi pengawasan DPR dalam operasi militer, jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit, usia pensiun perwira tinggi hingga terkait reformasi peradilan militer.

“Jika pasal-pasal yang tadi kami sebutkan tidak dibatalkan oleh MK ke depan, potensi pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang melibatkan tentara sebagai pelaku terhadap rakyatnya itu akan semakin tinggi,” ucap Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS Andrie Yunus.

Menurut para pemohon, Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15, Pasal 7 ayat (4), Pasal 47 ayat (1), dan Pasal 53 UU 3/2025 serta Pasal 74 UU 34/2004 bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, kesetaraan dan keadilan, serta persamaan di hadapan hukum yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU 3/2025 mengatur tentang tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), yaitu untuk membantu tugas pemerintahan di daerah, termasuk membantu mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.

Para pemohon menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan konstitusi karena hak pemogokan telah diatur dalam UUD dan frasa “konflik komunal” bersifat multitafsir sebab tidak ada batasan hukum yang jelas.

Adapun, Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU 3/2025 mengatur soal tugas TNI dalam membantu upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber. Norma pasal ini dikhawatirkan membuka keterlibatan militer dalam urusan dan pengelolaan ancaman siber yang seharusnya masuk kualifikasi keamanan sipil.

Kemudian, Pasal 7 ayat (4) UU 3/2025 mendelagasikan pelaksanaan OMSP kepada peraturan presiden atau peraturan pemerintah, tanpa melibatkan DPR. Ini dinilai bertentangan dengan konstitusi yang secara tegas mengatur bahwa setiap pengerahan kekuatan militer harus melalui keputusan politik negara.

Sementara itu, Pasal 47 ayat (1) UU 3/2025 memperluas jabatan pada lembaga-lembaga sipil yang dapat diduduki prajurit, termasuk kesekretariatan presiden, Badan Narkotika Nasional, dan Kejaksaan RI. Pasal ini dinilai mengancam birokrasi sipil dan profesionalisme militer.

Di sisi lain, Pasal 53 UU 3/2025 pada pokoknya mengatur tentang batas usia pensiun prajurit TNI. Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menjelaskan, pihaknya mempersoalkan norma ayat (2) dan ayat (4) pada pasal dimaksud.

“Tidak hanya Pasal 53 ayat (2), tetapi juga ayat (4). Ayat (4)-nya itu menyatakan [batas usia] prajurit TNI bintang empat bahkan bisa diperpanjang lagi oleh presiden sampai dua kali. Ini sangat timpang dan bukan ditujukan untuk menyejahterakan prajurit TNI, tapi berorientasi pada segelintir atau kepentingan elite di militer itu sendiri,” kata Ardi.

Lebih lanjut, Pasal 74 UU 34/2004 merupakan ketentuan lanjutan dari Pasal 65 yang, salah satunya, mengamanatkan bahwa prajurit yang melanggar hukum pidana umum tunduk kepada peradilan umum.

Ketentuan Pasal 65, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat (1), berlaku pada saat Undang-Undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan. Namun, hingga saat ini, undang-undang baru tersebut belum kunjung ada.

“Klausul Pasal 74 itu membuat Pasal 65 mandul, tidak bisa efektif, tidak bekerja,” ucap Ardi.

Maka dari itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah membatalkan keberlakuan pasal-pasal yang diuji. Namun, khusus untuk Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15 UU 3/2025, para pemohon meminta MK memberikan penafsiran baru.

Sebelumnya, MK telah menyidangkan tiga perkara mengenai uji materi UU TNI, yakni Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025. Namun, ketiga perkara tersebut dicabut oleh para pemohonnya. Dengan demikian, permohonan yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil ini menjadi babak baru pengujian materi UU TNI di MK.

sumber : Antara

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |