Ilustrasi truk bantuan kemanusiaan masuk Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhirnya, Israel menyerah juga di bawah tekanan AS! Setelah sebelumnya bersikeras menutup total akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, rezim Netanyahu terpaksa mengalah dan berjanji membuka kembali penyeberangan perbatasan mulai Senin.
Ini adalah bukti nyata tekanan Washington yang tak main-main! Sumber politik anonim di Channel 12 mengungkap bahwa keputusan penangguhan bantuan "sampai pemberitahuan lebih lanjut" dicabut setelah AS menekan habis-habisan pemerintah Israel, sebagaimana diberitakan TRT World.
Namun, jangan lupa dengan kelicikan Netanyahu. Politisi ekstrem kanan ini kerap melakukan manuver politik yang bertujuan mengamankan kekuasaannya dan menghindari pertanggungjawaban hukum, terutama di tengah kasus korupsi yang membelitnya.
Ia pandai memanfaatkan situasi perang di Gaza, bukan hanya untuk mengalahkan Hamas, tetapi juga untuk menunda persidangan korupsi dan mengalihkan perhatian publik dari kegagalan keamanan pada 7 Oktober 2023.
Selain itu, Netanyahu juga dicurigai menggunakan retorika populis, seperti mengeklaim dirinya sebagai korban "perburuan penyihir" oleh media dan elit kiri, untuk menggalang dukungan dari basis pemilihnya. Taktik ini tidak hanya mempolarisasi masyarakat Israel, tetapi juga menciptakan persepsi bahwa ia memprioritaskan kelangsungan politiknya di atas kepentingan nasional.
Setelah gencatan senjata baru-baru ini, dengan memfitnah Hamas melanggar perjanjian, PM Israel ini justru memerintahkan penutupan akses bantuan – sebuah keputusan yang kontroversial di tengah korban jiwa warga Palestina yang terus berjatuhan.
Tragisnya, setidaknya 45 nyawa rakyat Palestina melayang hanya dalam satu hari serangan udara Israel pada Ahad. Ironisnya, di saat yang sama Hamas justru menegaskan komitmen mereka pada perjanjian gencatan senjata.
Kini, dengan delegasi Hamas yang sudah tiba di Mesir untuk memantau implementasi gencatan senjata, dunia menunggu: Akankah Israel benar-benar menepati janjinya membuka akses kemanusiaan? Atau ini hanya taktik pencitraan semata di bawah paksaan Amerika?
Yang jelas, ini adalah bukti bahwa tekanan internasional – khususnya dari AS – masih mampu meluluhkan sikap keras kepala Israel. Tapi sampai kapan?
sumber : Antara