Jakarta -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan sejumlah potensi dampak akibat aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, termasuk di kawasan Raja Ampat. Salah satunya, muncul sedimentasi yang dapat mengancam ekosistem laut.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (DJPK) KKP Ahmad Aris lima pulau yang menjadi area pertambangan di Raja Ampat, termasuk dalam kategori pulau sangat kecil. Hal ini merujuk pada klasifikasi tiny island menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
"Kelima pulau itu sebenarnya termasuk sebagai pulau-pulau kecil. Bahkan kategorinya adalah pulau sangat kecil," kata Aris kepada awak media di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, disebutkan dalam pasal 23 bahwa kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang tidak diprioritaskan.
Aris menjelaskan dalam beleid yang sama juga melarang untuk melakukan pertambangan di pulau-pulau kecil apabila secara teknis mengakibatkan kerusakan lingkungan bahkan memberikan dampak sosial.
"Bahkan itu sudah ada putusan MK bahwa itu tidak diperbolehkan," tambah Aris.
Adapun sejumlah dampak yang terjadi akibat aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, salah satunya dapat memicu sedimentasi. Menurut dia, hal ini dapat mengganggu ekosistem laut karena sedimentasi tersebut dapat menutupi biota laut, seperti terumbu karang.
"Dampaknya sedimentasi. Kalau dari atas misalnya ada hujan, mengalir ke laut, sedimen-sedimen kan masuk. Itu kan menutupi terumbu karang, lamun, dan sebagainya," terang dia.
Selain itu, dapat mengganggu ekosistem pesisir yang nantinya dapat berdampak ke nelayan. Sebab, biasanya di pesisir ada lokasi pemijahan perikanan.
"Yang ekosistem pesisir kan mungkin bapak-ibu semua tahu bahwa itu adalah tempat memijahnya ikan, tempat untuk kegiatan-kegiatan wisata bahari. Karena di situ ada koral, lamun, ikan, dan sebagainya," tambah dia.
Mau Revisi Aturan Tambang di Pulau-Pulau Kecil
Saat ditanya lebih lanjut mengenai kewenangan KKP dalam memberikan izin, Aris menerangkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, pihaknya tidak diberikan batasan wewenang dalam pemberian izin serta rekomendasi, termasuk untuk kawasan hutan.
Meski begitu, dalam sistem Online Single Submission (OSS), hanya Kementerian Kehutanan yang diberikan izin lantaran masuk dalam kawasan hutan.
"Karena lokasi yang ditambang ini adalah semua kawasan hutan, jadi memang di dalam sistem OSS itu, untuk kawasan hutan itu kewenangannya ada di Kementerian Kehutanan, perizinannya. Kalau kami memberikan perizinannya di Areal Penggunaan Lainnya (APL)," terang Aris.
Melihat hal itu, Aris menyebut dibutuhkan harmonisasi kewenangan KKP dalam pemberian izin. Dengan begitu, KKP tidak hanya berwenang dalam pemberian izin di APL, tapi juga terlibat dalam kawasan hutan.
"Mungkin ke depannya ini perlu dikoordinasikan dengan yang mengelola OSS, BKPM. Jadi ke depan KKP akan melakukan review terhadap peraturan yang terkait di pulau-pulau kecil. Supaya terjadi harmonisasi. Jadi jangan sampai undang-undang ini tidak sinkron antara undang-undang yang ada. Sehingga dengan seperti itu ke depan pulau-pulau kecil ini akan clear bisnis proses perizinannya," terang dia.
(rea/rrd)