Jakarta -
Inflasi Indonesia pada awal tahun 2025 ini cenderung cukup terkendali, bahkan menurun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti agar jangan mengaitkan kondisi ini dengan daya beli yang melemah. Sri Mulyani menjabarkan, inflasi RI hingga Mei 2025 masih terjaga di angka 1,6% year-on-year (YoY), sedangkan secara month-to-month (MtT) 0,37% dan year-to-date (YtD) 1,19%. Menurutnya, angka ini masih relatif terjaga selama beberapa tahun terakhir.
"Indonesia termasuk yang mampu menjaga stabilitas harga. Banyak yang kemudian menginterpretasikan apa arti inflasi 1,6% ini," kata Sri Mulyani, dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni, Selasa (17/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat komposisi, kontribusi rendahnya inflasi kita adalah harga-harga yang biasanya bergejolak yaitu makanan itu mengalami negative growth, deflasi harga pangan karena adanya panen dan juga beberapa barang pangan kita yang terjaga," sambungnya.
Selain itu, harga beberapa komoditas pangan pun cenderung mengalami penurunan hingga ikut mempengaruhi laju inflasi dalam negeri. Kondisi penurunan harga pangan ini membuat pemerintah sampai harus menjaga agar hal tersebut mempengaruhi kesejahteraan petani.
"Volatile food sangat turun karena harga. Kita memberikan support anggaran untuk stabilitas harga beras dan gabah," ujarnya.
Ke depannya, Sri Mulyani memperkirakan bahwa inflasi akan mengalami tren penurunan. Kondisi tersebut dipicu oleh paket kebijakan pemerintah seperti diskon jalan tol, tiket pesawat, dan juga transportasi lainnya.
Sri Mulyani juga mengingatkan supaya kondisi rendahnya inflasi dalam beberapa waktu ke depan ini tidak dikaitkan dengan daya beli yang lemah. Ia menekankan, hal ini murni karena kebijakan pemerintah mengatur harga.
"Jadi nanti teman-teman media jangan tanya, 'bu inflasinya turun karena daya beli?' Karena ini adalah karena memang akan ada beberapa policy menurunkan administered price," jelas dia.
Di samping itu, ia juga memastikan bahwa laju inflasi inti Indonesia masih terkendali di kisaran 2,4%. Hal ini menunjukkan, masih ada pertumbuhan permintaan yang natural sehingga Indeks Harga Konsumen (IHK) di 1,6%.
"Artinya 1,6% ini bagus karena dikontribusikan dari penurunan volatile food, terutama beras, jagung, yang mengalami penurunan. Dan juga dari sisi administered price yang bulan Juni nanti akan terlihat. Tapi kalau dari sisi demand, inflasi inti masih tumbuh 2,4%," jelasnya.
(shc/kil)