Pengamat Dorong Pemerintah Percepat Modernisasi Sinyal KRL Lintas Barat

4 hours ago 4

Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pembangunan sistem perkeretaapian nasional akan menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan pemerintahannya. Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menilai langkah tersebut harus menjadi momentum untuk memperbaiki sektor perkeretaapian secara menyeluruh.

“Salah satu masalah terbesar adalah sistem persinyalan di lintas barat Tanah Abang–Rangkasbitung yang masih menggunakan sistem blok tertutup,” ujar Deddy saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Ia menjelaskan, sistem persinyalan blok tertutup di lintas barat merupakan peninggalan dari hibah Prancis pada akhir 1990-an yang muncul pascatragedi Bintaro. Menurut Deddy, kerja sama persinyalan tersebut berlangsung selama 20 tahun, namun hingga kini belum pernah diganti.

“Lintas Bogor dan Bekasi sudah bagus karena sudah menggunakan sistem sinyal blok terbuka sejak adanya double track pada 1990,” ucap Deddy.

Lebih lanjut, Deddy menjelaskan bahwa sistem blok tertutup berdampak signifikan terhadap headway atau jarak antarkereta, yang kini mencapai sekitar 10 menit atau lebih lama dibandingkan lintas Bekasi dan Bogor yang berkisar tiga hingga lima menit.

“Dengan sistem blok tertutup, KRL dari Stasiun Kebayoran di Jakarta Selatan baru bisa berangkat setelah KRL sebelumnya memasuki Stasiun Pondok Ranji di Tangerang Selatan,” jelasnya.

Menurut Deddy, pergantian sistem sinyal merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan efisiensi perjalanan kereta. “Yang kita perlukan saat ini adalah pergantian sinyal. Itu yang utama, karena kalau sinyal bagus maka headway-nya bisa lebih dekat,” ujarnya.

Oleh karena itu, Deddy menilai alokasi anggaran senilai Rp5 triliun bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menambah armada kereta rel listrik (KRL) belum menyentuh akar persoalan utama. Ia menilai kebutuhan untuk mengganti sistem sinyal jauh lebih besar, yakni mencapai lebih dari Rp10 triliun.

“Biayanya kecil kalau memang ada political will pemerintah untuk memajukan transportasi publik, seperti di China yang setiap tahun menambah 1.000 kilometer rel baru. Sementara kita justru berkurang,” kata Deddy.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |