Mal Isinya Kelas Menengah-Bawah, Orang Tajir Cuma 5%

3 months ago 30

Jakarta -

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, menganjurkan agar usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan produk lokal bisa segera memiliki lisensi. Hal ini supaya produk lokal dan UMKM bisa masuk ke pusat perbelanjaan, karena sebanyak 95% pengunjung mal adalah konsumen kelas menengah ke bawah.

Pengunjung pusat perbelanjaan atau mal rupanya mayoritas digandrungi oleh konsumen kalangan menengah ke bawah. Sementara itu, konsumen kalangan atas justru cuma menyumbang angka 5% dari total pengunjung pusat perbelanjaan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan konsep lisensi dan waralaba, saya kira ini akan menjadi satu peluang usaha bagi pemegang merek maupun bagi para pengusaha. Kami senang sekali kepada Bu Susan yang menginisiasi hal ini gerakan ini, agar masuk ke mal-mal juga dan khususnya di kelas menengah bawah. Karena memang pusat perbelanjaan di Indonesia itu didominasi oleh kelas menengah bawah," ujar Alphonsus saat peresmian 100 merek UMKM di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta, Rabu (23/7/2025)

Lebih lanjut, Alphonsus bilang kelas menengah atas cenderung menahan belanja lantaran lebih memilih berinvestasi. Hal ini dipicu kehati-hatian para kelas menengah ke atas untuk membelanjakan uangnya di tengah situasi makroekonomi global yang tidak menentu.

"Kalau yang di kelas menengah atas penyebabnya misalkan mereka lebih kehati-hatian dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global. Sehingga mereka belanja atau investasi," terang Alphonsus.

Dengan dampak ekonomi global, masyarakat menengah ke atas rupanya menekan angka belanja mereka. Nilai tukar rupiah, harga emas yang fluktuatif membuat mereka memilih berinvestasi ketimbang belanja.

Sementara itu, untuk kalangan kelas menengah ke bawah, cenderung mengalami penurunan daya beli. Faktor penurunan daya beli di kalangan menengah ke bawah sudah terjadi sejak 2024.

"Faktor masalah daya beli ini sudah terjadi cukup lama, sejak 2024. Jadi, stimulus ataupun insentif yang diberikan oleh pemerintah itu harus yang sifatnya langsung. Salah satunya adalah BLT (bantuan langsung tunai). Itu saya kira adalah langkah yang cukup tepat untuk bisa serta merta menaikkan daya beli masyarakat.

"Cuma yang jadi masalah, BLT ini sering disalahgunakan untuk judi online dan sebagainya. Jadi, memang harus hati-hati," tutupnya.

(eds/eds)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |