Konflik Israel & Iran, Pengusaha Waswas Biaya Logistik Bakal Membengkak

5 hours ago 4

Jakarta -

Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) bicara tentang potensi eskalasi konflik geopolitik Israel-Iran dalam mendorong kenaikan ongkos logistik internasional. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meluas hingga berdampak ke distribusi minyak dan gas dari Timur Tengah.

Chairman ALFI Institute Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, salah satu skenario yang mungkin bisa terjadi ke depannya yakni aksi blokade Selat Hormuz, salah satu jalur distribusi minyak dan gas dari Timur Tengah ke Asia Pasifik.

"Saat ini para pelaku usaha logistik rantai pasok internasional dan nasional telah melakukan kalkulasi risiko melewati wilayah perairan yang berdekatan dengan Selat Hormuz," ujar Yukki, dalam keterangan tertulis, Kamis (19/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan mitigasi risiko atas blokade Selat Hormuz tersebut, Yukki mengatakan, akses dan ketersediaan logistik yang melewati perairan tersebut dapat berkurang sehingga mengganggu rantai pasok global.

Selat Hormuz sendiri merupakan titik strategis jalur distribusi energi dunia, di mana menurut Badan Energi Internasional (IEA), rata-rata minyak mentah yang diangkut melalui selat tersebut mencapai 20 juta barel per hari atau setara dengan 30% total perdagangan dunia. Pengiriman gas alam cair (LNG) yang melalui Selat Hormuz juga tercatat mencapai 20% porsi perdagangan global.

Selain akses perairan yang mulai dihindari oleh para pelaku usaha logistik internasional, kenaikan harga komoditas energi akibat blokade Selat Hormuz juga nantinya turut mendorong peningkatan biaya logistik.

Menurut Yukki, kondisi ini dapat berdampak pada pengiriman ekspor-impor dan daya saing produk Indonesia. Ditambah lagi, ada kekhawatiran blokade Selat Hormuz juga akan direspons oleh aksi lainnya di Laut Merah.

"Jika blokade Selat Hormuz dilakukan sebagai retaliasi Iran terhadap Israel, kenaikan harga biaya logistik nantinya tidak hanya didorong oleh perubahan jalur perdagangan, namun juga kenaikan cost of operations akibat dari kenaikan harga komoditas energi, khususnya minyak mentah," ujarnya.

Di tengah perlambatan permintaan perekonomian global akibat perang tarif sepanjang tahun 2025 ini, Yukki menilai, kenaikan biaya logistik juga akan memberi tekanan tambahan bagi pelaku usaha ekspor-impor.

Berkaca dari konflik laut merah pada periode akhir 2023 dan awal 2024 lalu, para pelaku usaha harus menanggung peningkatan biaya pengangkutan lebih tinggi serta disrupsi terhadap waktu transit pengiriman yang lebih lama. Selain itu, rantai pasok kebutuhan nasional juga dipastikan dapat terganggu akibat penyesuaian yang dilakukan pelaku usaha akibat hambatan logistik.

"Para pelaku usaha nasional perlu waspada dan antisipatif terhadap kenaikan ongkos logistik, khususnya melihat jika eskalasi Perang Israel-Iran berlangsung lebih lama dan spill-over pada jalur perdagangan utama lainnya, seperti Laut Merah," kata Yukki.

(kil/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |