REPUBLIKA.CO.ID,
Laporan Jurnalis Republika Andi Muhyiddin dari Yordania
Siang itu, matahari menggantung terik di langit Ash-Shunah al-Janubiyah, kawasan lembah yang membentang di tepian Sungai Yordan. Debu menari di udara ketika truk logistik berhenti di halaman Islamic Charity Center Society (ICCS), mitra lokal Dompet Dhuafa.
Di sisi kiri, puluhan warga telah berbaris rapi menunggu giliran menerima bantuan. Penerima bantuan didominasi para ibu rumah tangga. Mereka menunggu dengan sabar di bawah terik matahari. Sebagian dari mereka adalah janda atau istri pekerja harian yang kini tak lagi punya penghasilan tetap.
Di antara mereka, berdiri Zain, perempuan berusia 50 tahun, bersama seorang cucu yang terus menggenggam tangannya. Tatapan mata dan senyumnya yang ramah mengiringi setiap jawaban yang diucapkan melalui penerjemah kami, seorang mahasiswi Indonesia. Sudah lebih 30 tahun ia tinggal di Yordania, meninggalkan tanah kelahirannya di Palestina karena perang.
“Keadaan ini sulit bagi semua orang,” ujarnya pelan. “Tidak ada pekerjaan tetap, tidak ada penghasilan.”
Zain memiliki beberapa anak yang masih bersekolah, tetapi ia kesulitan membiayai pendidikan mereka. “Saya hanya bisa mendapatkan seratus dinar sebulan untuk keluarga, dan itu tidak cukup.” tuturnya pelan. “Anak-anak saya ingin belajar, tapi saya tidak punya uang menyekolahkan mereka. Kami hanya bisa berharap bantuan datang,” katanya lirih.
Hari itu, harapannya datang: kardus-kardus bertuliskan “Food Package for Palestine”, yang diturunkan dari truk oleh para relawan Dompet Dhuafa. “Ini sangat membantu kami,” ujar Zain sambil tersenyum kecil. “Alhamdulillah, dan terima kasih kepada orang-orang Indonesia.”
Bantuan dari Gudang di Marka
Bantuan yang diterima Zain adalah bagian dari 3.840 paket pangan yang disiapkan Dompet Dhuafa di gudang Marka, Amman. Setelah proses pengemasan selesai pada Selasa (28/10/2025), dua kontainer bantuan mulai bergerak menuju tujuh titik pengungsian Palestina di wilayah Yordania.
Distribusi perdana dilakukan di Ash-Shunah al-Janubiyah, salah satu lokasi pengungsian tertua di Yordania. Di tempat itu, tim Dompet Dhuafa menyerahkan 230 paket bantuan pangan, masing-masing berisi 22 jenis bahan makanan kering dengan total berat sekitar 25 kilogram.
Isi setiap kardus antara lain beras, tepung gandum, minyak goreng, gula, bumbu dapur, susu kental manis, dan kacang-kacangan. Semua itu kebutuhan pokok yang menjadi barang mewah bagi banyak pengungsi di kawasan tersebut.
Iman, Hidup Belasan Tahun di Tenda Pengungsian
Sekitar dua kilometer dari kantor ICCS, ada tenda pengungsian yang berdiri di atas tanah berbatu. Di sana tinggal Iman, perempuan paruh baya yang mengasuh tujuh anggota keluarga.
Ia datang ke Yordania dua belas tahun lalu, meninggalkan Palestina bersama ibunya ketika perang memaksa mereka pergi. “Ibu saya sudah berada di sini lebih dulu,” katanya. “Kami kembali ke Jordan karena tidak ada tempat lain untuk dituju.”
Setiap hari, Iman harus memikirkan bagaimana menghidupi keluarganya dengan penghasilan yang tak menentu. Apalagi sejak suaminya tidak bisa lagi bekerja karena cedera. “Saya butuh seratus dinar setiap bulan hanya untuk makanan,” ujarnya. “Itu saja kadang tidak cukup.”
Tiga dari anaknya sudah dewasa, sementara dua lainnya masih kecil dan tinggal bersamanya di tenda dalam kondisi mengenaskan. Ia memasak dengan tungku sederhana, menggunakan air yang ditampung dari wadah plastik, dan MCK yang sangat tidak layak.
Ketika menerima satu kardus bantuan dari tim relawan yang datang ke area tempat tinggalnya, Iman menunduk dan memeluk kardus itu. “Ini seperti hadiah dari Allah,” katanya pelan.
“Bantuan ini sangat berarti untuk keluarga kami. Hidup di pengungsian tidak mudah, tapi kami bersyukur masih ada saudara-saudara dari Indonesia yang peduli,” ujar Iman, seorang ibu lima anak yang sudah sebelas tahun tinggal di kamp pengungsian tersebut.
.png)
4 hours ago
2











































