Begini Kinerja BUMN Asuransi yang Mau Dikonsolidasi Danantara

7 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) tengah menyiapkan langkah besar untuk merampingkan BUMN di sektor asuransi. Ke depan, pemerintah menargetkan hanya ada tiga perusahaan asuransi pelat merah yang tetap beroperasi.

Jika menilik laporan keuangan terakhir, kinerja beberapa perusahaan asuransi BUMN menunjukkan hasil beragam.

PT Jasa Raharja masih melaju dengan catatan positif hingga September 2025, sementara PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) justru menanggung kerugian. Berikut rangkuman kinerja terkini sejumlah BUMN asuransi yang disebut-sebut bakal dikonsolidasi:

1.PT Jasa Raharja

Berdasarkan laporan keuangannya, perseroan membukukan laba setelah pajak yang naik signifikan, yakni Rp 1,20 triliun di September tahun ini dari Rp 871,31 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.

Meningkatnya laba Jasa Raharja ditopang lonjakan pendapatan premi menjadi Rp 4,07 triliun hingga September 2025. Angka tersebut naik dari capaian di periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 3,47 triliun.

Selain itu, premi neto perseroan juga tercatat naik menjadi Rp 3,97 triliun dari Rp 3,35 triliun pada posisi September 2024. Alhasil, pendapatan underwriting Jasa Raharja turut melonjak menjadi Rp 3,78 triliun dari Rp 3,37 triliun di September 2024.

Kemudian untuk jumlah beban underwriting Jasa Raharja tercatat Rp 2,67 triliun, menyusut tipis dari posisi September 2024 yakni sebesar Rp 2,71 triliun. Adapun posisi utang perseroan Rp 993,43 miliar dari Rp 991,25 miliar.

Jumlah aset Jasa Raharja juga tercatat meningkat menjadi Rp 17,08 triliun hingga September 2025 dari posisi di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 15,32 triliun. Adapun rasio tingkat solvabilitas perseroan tercatat sebesar 828,12 persen.

2.PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo)

Kemudian Jasindo yang juga mencatat kenaikan laba signifikan. Berdasarkan laporan keuangan per Agustus 2025, Jasindo membukukan laba setelah pajak Rp 117,04 miliar dari Rp 20,22 miliar di posisi Agustus 2024.

Laba perseroan ditopang premi bruto yang meningkat menjadi Rp 2,71 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 2,43 triliun. Kemudian untuk premi neto tercatat sebesar Rp 1,43 triliun dari Rp 1,35 triliun di periode Agustus 2024.

3. PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo)

Meski turut masuk dalam rencana konsolidasi yang mencakup 16 entitas di bawah klaster asuransi, Jamkrindo sejatinya bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan penjaminan yang berperan strategis memperluas akses pembiayaan UMKM, korporasi, dan sektor produktif lainnya melalui skema penjaminan kredit sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.

Berdasarkan laporan konsolidasi hingga September 2025, Jamkrindo menunjukkan kinerja stabil dan terkendali di tengah tekanan pada beberapa rasio keuangan.

Total volume penjaminan mencapai Rp186,76 triliun atau 53,59 persen dari target RKAP 2025, terdiri atas penjaminan KUR sebesar Rp116,54 triliun dan penjaminan non-KUR sebesar Rp70,21 triliun.

Dari sisi neraca, total aset PT Jamkrindo mencapai Rp 31,87 triliun, dengan liabilitas sebesar Rp18,44 triliun dan ekuitas Rp13,43 triliun.

Sementara itu, pendapatan utama yang berasal dari IJP bruto tercatat Rp5,59 triliun atau 65,53 persen dari RKAP 2025, diikuti pendapatan investasi Rp1,19 triliun (79,82 persen), pendapatan subrogasi bersih Rp 1,26 triliun (79,90 persen), dan pendapatan lain-lain Rp 50,67 miliar (354,78 persen).

Beban klaim tercatat Rp 3,79 triliun (49,36 persen dari RKAP 2025), sedangkan beban usaha mencapai Rp 1,46 triliun (79,75 persen).

Pengajuan klaim dari lembaga keuangan yang dijamin Jamkrindo, dapat dibayar tepat waktu dan tepat jumlah mencerminkan kekuatan finansial Jamkrindo dalam memenuhi kewajiban kepada lembaga keuangan mitra Jamkrindo sesuai service level agreement (SLA) yang disepakati sehingga Jamkrindo terus dipercaya.

Laba sebelum pajak (EBT) sebesar Rp 1,18 triliun atau 156,72 persen dari RKAP 2025. Setelah memperhitungkan pajak sebesar Rp 535,7 miliar, laba bersih perseroan mencapai Rp 646,06 miliar, atau 114,98 persen dari RKAP 2025.

Sebagai catatan, sejak didirikan pada 1970, Jamkrindo selalu mencatatkan laba dan belum pernah satu kalipun dalam periode satu tahun buku mencatatkan kerugian dan mampu tumbuh secara kinerja positif berkelanjutan.

Rasio klaim realisasi terhadap target berada pada 67,82 persen, menunjukkan pengelolaan risiko yang cukup hati-hati. Sementara rasio Opex tercatat 16,48 persen, sedikit lebih efisien dibandingkan target 17,69 persen.

Pencapaian ini menegaskan kemampuan Jamkrindo menjaga kinerja usaha yang berimbang antara ekspansi penjaminan, efisiensi operasional, dan profitabilitas yang berkelanjutan.

4.PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life)

Berdasarkan laporan keuangan per September 2025, IFG Life membukukan rugi setelah pajak Rp 119,28 miliar hingga September 2025. Posisi ini juga berbanding terbalik jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, saat IFG Life membukukan laba setelah pajak sebesar Rp 153,44 miliar.

IFG Life mencatat pendapatan Rp 5,30 triliun hingga September 2025. Pendapatan tersebut ditopang perolehan premi sebesar Rp 5,16 triliun, premi reasuransi Rp 1,18 triliun. Alhasil, jumlah pendapatan premi neto perseroan tercatat Rp 3,74 triliun.

Meski begitu, IFG Life mencatat kenaikan beban klaim dan manfaat hingga kuartal III tahun ini, yakni Rp 4,35 triliun dari Rp 3,88 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah beban usaha perseroan tercatat meningkat menjadi Rp 898,81 miliar dari Rp 680,59 di tahun sebelumnya.

Alhasil, pendapatan komprehensif IFG Life tercatat Rp 584,71 miliar. Kemudian untuk total laba komprehensif, perseroan membukukan senilai Rp 465,42 miliar hingga September 2025.

Dari sisi utang, IFG Life mencatat peningkatan yang signifikan. Hingga September 2025, utang perseroan Rp 1,93 triliun dari sebelumnya di posisi Rp 685,77 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.

Kemudian, total aset IFG Life tercatat sebesar Rp 33,91 triliun hingga September 2025, menurun tipis dibanding posisi di periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 34,77 triliun. Sementara rasio solvabilitas (RBC) tercatat sebesar 214,97 persen.

5.PT Asabri (Persero)

Berdasarkan penelusuran, tidak ditemukan laporan keuangan Asabri pada laman resminya. Namun berdasarkan pemberitaan terakhir, Asabri masih membukukan neraca ekuitas negatif sebesar Rp 1,069 triliun sepanjang 2023.

Namun, kondisi keuangan perusahaan berangsur membaik dibandingkan tiga tahun yang lalu, di mana Asabri diterpa ekuitas negatif hingga Rp 13,30 triliun.

Kemudian penurunan nilai aset perusahaan terjadi karena ada aset yang tidak produktif yang jumlahnya hampir 71 persen. Keuangan negatif ini terjadi karena rasio klaim tinggi yang menyebabkan defisit pembayaran klaim pada 2017 hingga 2024 hingga Rp 1,74 triliun.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |